Wartamelawi.com, Sayan – Kecamatan Sayan di Kabupaten Melawi menyimpan kekayaan budaya yang luar biasa. Namun, arus modernisasi perlahan mulai mengikis ruang hidup tradisi yang diwariskan turun-temurun. Berangkat dari kegelisahan itu, sekelompok pengiat budaya melakukan perjalanan panjang menyusuri 18 desa di Kecamatan Sayan, selama 6 hari dari tanggal 20-26 Agustus 2025. Bagi mereka, ekspedisi ini bukan sekadar perjalanan lapangan, melainkan sebuah ikhtiar mulia untuk merekam denyut kehidupan masyarakat adat yang sarat nilai dan kearifan lokal.
Perjalanan budaya ini dilakukan dalam rangka penulisan buku “Cerita dari Hulu : Adat Budaya Sayan Betuah” dengan tema “Menjaga Jejak Leluhur : Dokumentasi Adat dan Budaya Sayan untuk Generasi Mendatang.” Buku tersebut diharapkan menjadi rekam jejak budaya yang dapat diwariskan kepada anak cucu, serta menjadi rujukan berharga bagi sekolah, lembaga adat, maupun masyarakat luas.

Ikhtiar Melawan Lupa
Inisiator ekspedisi, Ahirul Habib Padilah, menuturkan bahwa dokumentasi ini adalah bagian dari tanggung jawab moral.
“Kami sadar, jika tidak segera didokumentasikan, banyak nilai budaya yang akan hilang bersama para tetua adat. Lewat buku dan dokumentasi visual, kami ingin mengabadikan warisan leluhur ini agar tetap hidup, dikenang, dan dipelajari oleh generasi mendatang,” ujarnya penuh harap.
Habib menegaskan, pelestarian budaya bukan hanya pekerjaan akademik, melainkan juga panggilan hati.
“Ini adalah wujud cinta kami pada tanah kelahiran dan leluhur yang telah menitipkan warisan berharga. Semoga ini menjadi amal kebaikan bagi kita semua,” tambahnya. Rabu (17/9/25).

Lensa yang Menangkap Jiwa
Dalam ekspedisi ini, Habib tidak berjalan sendirian. Ia menggandeng Fransikus Rasius Andi, fotografer dan videografer yang memiliki kepekaan tinggi dalam menangkap esensi budaya.
“Tugas saya bukan sekadar memotret. Saya berusaha menangkap jiwa di balik setiap aktivitas budaya—suara hikmah para tetua, ketekunan tangan penganyam, bahkan tawa anak-anak desa yang melambangkan harapan masa depan,” jelas Bung Andi.
Menurutnya, visual mampu berbicara lebih kuat dari kata-kata. “Ketika orang melihat gambar atau video, mereka bisa merasakan getaran emosional yang mungkin tak bisa dijelaskan dengan tulisan,” tambahnya.

Warisan untuk Anak Cucu
Ekspedisi ini semakin berwarna karena turut ditemani keluarga kecil Habib: sang istri Nada Azwa Nazari dan putra mereka, Bang Anza. Bagi mereka, perjalanan ini adalah pembelajaran lintas generasi.
“Bagi anak kami, Anza, perjalanan ini adalah sekolah kehidupan. Ia belajar langsung dari masyarakat adat tentang kebersahajaan, solidaritas, dan pentingnya menjaga tradisi. Itu pelajaran yang tidak mungkin ditemui di ruang kelas,” kata Nada.
Sementara Anza sendiri merasakan pengalaman yang membekas.
“Saya senang bisa ikut. Banyak hal baru yang saya lihat, terutama cara orang desa menjaga tradisi mereka. Saya jadi tahu kalau budaya itu harus dijaga, jangan dibiarkan hilang,” ungkap Anza polos namun penuh makna.

Dukungan dari Sahabat dan Masyarakat
Dalam perjalanan panjang tersebut, tim juga didampingi oleh Bapak Suparden atau akrab disapa Usu Sepa. Kehadirannya menjadi penyemangat tersendiri.
“Saya merasa perjalanan ini bukan hanya tentang mendokumentasikan budaya, tapi juga tentang kebersamaan. Dukungan moral dan semangat dari masyarakat membuat langkah kami terasa lebih ringan,” ujarnya.
Apresiasi besar juga disampaikan kepada Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XII Kalimantan Barat yang telah mendukung penuh kegiatan ini melalui program Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan Tahun 2025.
“Tanpa dukungan dari BPK Wilayah XII, tentu penyusuran 18 desa ini sulit terlaksana. Dukungan ini menjadi bukti bahwa negara hadir dalam menjaga warisan leluhur,” tutur Habib.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada seluruh masyarakat di 18 desa Kecamatan Sayan: Nanga Sayan, Sayan Jaya, Lingkar Indah, Siling Permai, Pekawai, Tumbak Raya, Landau Sadak, Nanga Mancur, Madya Raya, Nanga Kompi, Nanga Raku, Bora, Nanga Kasai, Mekar Pelita, Meta Bersatu, Kerangan Purun, Nanga Pak, dan Berobai Permai. Sambutan hangat, keterbukaan, serta keramahtamahan warga menjadi energi terbesar bagi tim untuk menyelesaikan perjalanan ini.

Pesan dari Hulu
Ekspedisi budaya di Kecamatan Sayan ini pada akhirnya menyampaikan pesan kuat menjaga jejak leluhur adalah tanggung jawab kolektif. Upaya yang dilakukan Habib bersama keluarga, sahabat, dan tim dokumentasi hanyalah salah satu bagian kecil dari gerakan besar untuk memastikan budaya Sayan akan terus hidup, dikenang, dan dibanggakan.
“Budaya bukan hanya masa lalu, tapi juga arah bagi masa depan. Dengan melestarikan tradisi, kita menjaga jati diri sekaligus memperkuat karakter bangsa,” pungkas Habib. (Bgs).