Wartamelawi.com – Warga Melawi ini membawakan alunan Sape hingga panggung nasional, dari Gawai Dayak hingga pameran ekonomi kreatif di Jakarta.
Di tengah arus modernisasi musik, bakat-bakat langka tetap muncul dari tanah Kalimantan. Salah satunya adalah Iiq Pribadi, warga Kabupaten Melawi yang memiliki talenta istimewa sebagai pemain Sape, alat musik tradisional khas Dayak. Keahlian ini terbilang langka, mengingat tidak semua orang mampu memainkannya dengan baik.
Iiq mengisahkan, dirinya mempelajari Sape sejak lama secara otodidak. Modal awalnya adalah kemampuan bermain gitar, terutama teknik petikan. Namun, menurutnya, memetik Sape tidaklah sama dengan memetik gitar.
“Yang penting ada dasar gitar, terutama sudah menguasai teknik petikan walaupun petikannya berbeda dari gitar. Makanya suara yang keluar unik dan berbeda dari petikan gitar. Yang paling penting adalah mempelajari karakter Sape itu sendiri,” ujar Iiq. Senin (11/8/25).
Bakat Iig telah membawa namanya tampil di berbagai panggung bergengsi. Ia kerap unjuk kebolehan saat Gawai Dayak, pernah menjadi pengisi acara pada malam puncak Pesparawi Provinsi Kalbar di Kabupaten Melawi, tampil di Expo di JCC Jakarta, Pameran Nasional Ekonomi Kreatif di Mangga Dua Square Jakarta, serta sejumlah acara di berbagai daerah.
Saat ini, Iiq memainkan Sape dengan 6 senar, yang menurutnya memiliki nada dan tangga nada lebih banyak dibanding Sape tradisional yang umumnya hanya memiliki 3 senar.
“Sape yang saya mainkan menggunakan 6 senar, sehingga nadanya lebih bervariasi. Kalau Sape tradisi hanya 3 tali, nada dan tangga nadanya terbatas,” jelasnya.
Iiq juga menceritakan sekilas Asal-usul dan Sejarah Sape
Sape (dibaca: sa-pe) adalah alat musik petik tradisional masyarakat Dayak, khususnya suku Kenyah dan Kayan di Kalimantan. Awalnya, Sape digunakan sebagai pengiring upacara adat dan tarian, terutama pada pesta panen atau ritual penyembuhan. Bentuknya menyerupai gitar panjang dengan badan terbuat dari sebatang kayu utuh yang dipahat, lalu diberi ukiran khas Dayak.
” Dahulu, Sape hanya memiliki dua senar dari serat alam atau rotan, menghasilkan nada yang lembut dan meditatif. Seiring perkembangan, senar diganti dengan senar nilon atau baja, jumlahnya pun bertambah hingga empat, lima, bahkan enam senar untuk memperluas jangkauan nada. Kini, Sape tidak hanya dimainkan di pedalaman, tetapi juga dibawa ke panggung-panggung modern, menjadi simbol budaya Kalimantan yang mendunia.” tutupnya.
Dengan konsistensinya memainkan Sape, Iiq Pribadi menjadi salah satu pelestari budaya Dayak yang menghidupkan kembali pesona suara khas alat musik ini di tengah gempuran musik modern. (Bgs).