Wartamelawi.com – Sudah hampir setahun ibu berpulang, namun rasa kehilangan itu masih begitu nyata. Seakan baru kemarin ia hadir menemaniku di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Dengan penuh kasih, ia rela menempuh perjalanan jauh hanya agar bisa berada di sisiku. Empat bulan saja kebersamaan itu terjalin di tanah perantauan, sebelum akhirnya Allah memanggilnya kembali.
Aku masih ingat jelas detik-detik terakhirnya. Ibu sempat dirawat di ruang ICU RSUD Melawi selama empat hari, dengan kondisi yang naik-turun. Kemudian dipindahkan ke ruang perawatan penyakit dalam, di mana kami berjuang bersama hampir sepekan. Hingga akhirnya, ibu pergi dengan begitu tenang—seperti seseorang yang sekadar tertidur.
Hari ini, kenangan itu kembali menyeruak. Saat berkunjung ke Desa Kelakik, aku bertemu seorang nenek berusia 74 tahun. Wajahnya dipenuhi keriput, rambutnya memutih, dan tubuhnya renta dimakan usia. Ia hidup seorang diri di rumah papan mungil berukuran 3 x 3 meter. Rumah itu pun bukan miliknya, melainkan bantuan warga yang peduli, berdiri di atas tanah orang baik yang rela memberinya tempat berteduh. Nenek itu rela meninggalkan rumah lamanya karena tak lagi merasa nyaman tinggal di sana.
Tatkala menatap wajahnya, seakan aku melihat ibu. Senyumnya menghadirkan kembali kelembutan yang sama, sementara kesendiriannya membuatku teringat pada masa ketika aku harus meninggalkan ibu di kampung demi merantau. Hingga akhirnya, aku tak bisa lebih lama membersamainya.
Maka, saat aku berkesempatan memberi sedikit bantuan untuk nenek itu, hatiku terasa lega. Aku yakin, sekecil apa pun kebaikan yang kulakukan, bisa menjadi doa yang sampai kepada ibu. Semoga setiap perbuatan baik ini menjadi alasan baginya untuk tersenyum di alam sana.
Di balik segala keterbatasan, aku ingin ibu bangga karena anaknya berusaha menebar kebaikan di manapun berada. Semoga ibu tersenyum di sana, melihat langkah-langkah kecilku di dunia ini.
Oleh: Syarif Nurul Hidayatullah, Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Melawi