OpiniOpini PublikReligiWarta Melawi

Memanage Resiko dan Mampu Bersaing dalam Dunia Usaha

202
×

Memanage Resiko dan Mampu Bersaing dalam Dunia Usaha

Sebarkan artikel ini
Poto : Fazli Aminuddin (penulis).

Wartamelawi.com – Perspektif Ekonomi Islam adalah cara pandang terhadap kegiatan ekonomi yang berlandaskan nilai-nilai Islam, menyeimbangkan antara pencapaian keuntungan (profit) dan tanggung jawab moral serta sosial untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan (falah), dan keberkahan (barakah) sesuai dengan prinsip syariah.

Konsep Risiko dalam Ekonomi Islam

Dalam perspektif ekonomi Islam, risiko dipahami sebagai ketidakpastian yang melekat pada setiap aktivitas usaha. Namun demikian, risiko harus dikelola dalam batas wajar tanpa mengandung unsur spekulatif berlebihan (gharar fahisy). Berbeda dengan sistem ekonomi konvensional yang cenderung mentransfer risiko, ekonomi Islam menekankan prinsip risk-sharing atau pembagian risiko secara adil melalui akad-akad seperti mudharabah dan musyarakah.

Al-Qur’an mengajarkan pentingnya perencanaan dan mitigasi risiko. Kisah Nabi Yusuf AS menjadi contoh klasik: beliau menasihati Raja Mesir untuk menyimpan hasil panen selama tujuh tahun masa subur sebagai antisipasi masa paceklik berikutnya. Strategi ini menggambarkan pentingnya kehati-hatian (ihtiyat) dan perencanaan jangka panjang dalam manajemen risiko.

Manajemen risiko dalam Islam berdiri di atas lima prinsip utama: tauhid, keadilan (al-‘adl), transparansi, larangan gharar dan maysir, serta kemaslahatan (al-maslahah). Prinsip tauhid menuntun pelaku usaha untuk menyeimbangkan antara ikhtiar maksimal dan tawakal kepada Allah. Keadilan meniscayakan pembagian risiko dan hasil secara proporsional, sementara transparansi dan kejujuran menghindarkan praktik penipuan (tadlis) yang menghilangkan keberkahan usaha.

Daya Saing dalam Perspektif Islam

Dalam Islam, daya saing tidak diukur semata dari profit atau pangsa pasar, tetapi dari kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat (falah) dan keberkahan (barakah). Kompetisi dibolehkan sepanjang dilakukan secara sehat dan etis, sebagaimana firman Allah:

“Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148)

Indikator daya saing Islami meliputi kualitas produk yang halal dan thayyib, efisiensi operasional, inovasi berkelanjutan, reputasi, serta tanggung jawab sosial perusahaan.

Kontroversi dan Pendekatan terhadap Instrumen Modern

Perbedaan pendapat (ikhtilaf) di kalangan ulama muncul dalam menilai instrumen manajemen risiko modern seperti asuransi dan hedging. Sebagian ulama mengharamkan asuransi konvensional karena mengandung unsur riba, gharar, dan maysir. Namun, mereka membolehkan bentuk alternatif seperti takaful yang berlandaskan prinsip ta‘awun (tolong-menolong) dan tabarru‘ (derma).

Dalam konteks hedging, sebagian ulama menolak instrumen derivatif konvensional, sementara sebagian lain membolehkan jika dimodifikasi sesuai prinsip syariah, misalnya melalui mekanisme wa‘d (janji mengikat) atau salam (jual beli dengan penyerahan di masa depan).

Strategi Mitigasi Risiko Berbasis Syariah

Mitigasi risiko dalam ekonomi Islam dapat diterapkan melalui strategi berikut:

  1. Diversifikasi usaha (tanwi‘ al-istithmar), untuk menghindari risiko konsentrasi dengan memperluas lini produk, pasar, dan sumber pembiayaan.
  2. Pembentukan cadangan dan buffer stock, terinspirasi dari strategi Nabi Yusuf AS dalam menghadapi masa sulit.
  3. Penggunaan akad syariah yang jelas seperti murabahah, mudharabah, dan musyarakah, guna menjamin kejelasan dan transparansi transaksi.
  4. Implementasi takaful sebagai instrumen proteksi risiko yang sesuai syariah.
  5. Due diligence komprehensif, meliputi analisis kelayakan usaha, evaluasi mitra, dan pemantauan berkelanjutan.
  6. Penguatan jaringan strategis berbasis ta‘awun, untuk saling berbagi risiko dan meningkatkan daya saing bersama.

Dengan demikian, strategi mitigasi risiko berbasis syariah mampu menggabungkan praktik terbaik manajemen risiko modern dengan nilai-nilai moral Islam, menghasilkan sistem yang efektif sekaligus berkeadilan.

Etika Kompetisi dalam Islam

Etika bisnis Islam menolak segala bentuk kecurangan dan persaingan tidak sehat, seperti monopoli, penimbunan (ihtikar), rekayasa harga (najasy), dan penipuan (tadlis). Kompetisi hendaknya dilandasi kejujuran, keadilan, serta tanggung jawab sosial. Pelaku usaha dituntut menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kemaslahatan sosial, termasuk kesejahteraan pekerja dan kelestarian lingkungan.

Implikasi dan Rekomendasi

Pelaku usaha Muslim perlu memahami dan menerapkan prinsip ekonomi Islam dalam manajemen risiko dan strategi bisnisnya. Upaya maksimal harus diimbangi dengan keteguhan spiritual melalui tawakal kepada Allah SWT.

Selain itu, lembaga pendidikan, regulator, dan masyarakat perlu bersinergi membangun ekosistem usaha berbasis syariah yang sehat, inovatif, dan berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan rasionalitas ekonomi dan moralitas spiritual, dunia usaha Islam mampu menghadirkan model bisnis yang tangguh di pasar global sekaligus membawa keberkahan dan kemaslahatan bagi umat.

Sumber : Penulis adalah Mahasiswa Magister Ekonomi Syariah Pascasarjana IAIN Pontianak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250 Example 728x250 Example 728x250