Wartmelawi.com – Kepala Desa Nanga Kayan, Hamdan, secara terbuka mengakui bahwa aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) masih berlangsung di wilayahnya. Ia menegaskan bahwa keterlibatan warga dalam praktik tersebut bukan karena keinginan, melainkan karena keterpaksaan akibat tekanan ekonomi yang semakin berat.
“Memang benar, aktivitas PETI masih terjadi. Masyarakat melakukannya karena tidak banyak pilihan lain. Mereka hanya ingin mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari,” ujar Hamdan saat dikonfirmasi, Senin (5/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa sebagian besar warga desa tidak memiliki pekerjaan tetap. Mata pencaharian utama seperti menyadap karet yang dahulu menjadi andalan, kini hanya digeluti oleh segelintir orang.
“Hanya sekitar 10 persen warga yang masih menyadap karet. Sisanya, karena terdesak kebutuhan dan tidak ada alternatif lain, memilih menambang emas meskipun tahu risikonya tinggi,” lanjutnya.
Hamdan menyampaikan harapannya agar pemerintah hadir memberikan solusi nyata dan jangka panjang. Salah satu langkah strategis yang ia dorong adalah percepatan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), yang dapat menjadi jalan tengah antara legalitas dan kesejahteraan masyarakat.
“Jika WPR segera ditetapkan, masyarakat bisa menambang secara legal, tanpa harus merasa waswas berhadapan dengan hukum. Ini bisa menjadi solusi yang adil bagi semua pihak,” kata Hamdan.
Terkait tindakan hukum terhadap aktivitas PETI di desanya, Hamdan menyatakan bahwa ia memahami tugas aparat penegak hukum. Namun, ia juga berharap penanganan terhadap persoalan ini dapat dilakukan dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan berpihak kepada masyarakat kecil.
“Kita tidak bisa menyalahkan aparat, karena mereka hanya menjalankan tugas. Tapi akan lebih baik jika pendekatannya tidak hanya represif, melainkan juga solutif,” imbuhnya.
Hamdan juga mengakui bahwa menutupi fakta tentang keberadaan PETI sudah tidak lagi relevan. Isu ini telah berkali-kali menjadi sorotan media, dan keberadaan titik-titik tambang ilegal kini bisa dengan mudah dilihat melalui citra satelit atau Google Maps.
“Percuma menutup-nutupi. Semua orang bisa lihat sendiri bagaimana masifnya aktivitas PETI saat ini. Kenyataan ini tidak akan berubah hanya karena kita memilih diam,” tegasnya.
Karena itu, ia mengajak semua pihak berhenti saling menyalahkan dan mulai duduk bersama mencari jalan keluar. Menurutnya, permasalahan ini membutuhkan titik temu antara kepentingan hukum, kelestarian lingkungan, dan kebutuhan ekonomi masyarakat.
“Warga butuh pekerjaan yang aman, legal, dan berkelanjutan, bukan pekerjaan sembunyi-sembunyi yang penuh risiko. Harapan kami, ke depan istilah PETI bisa berubah menjadi PEAI: Pertambangan Emas Ada Izin,” tutup Hamdan.
Dengan legalitas yang jelas dan pengawasan yang baik, ia meyakini masyarakat dapat bekerja dengan tenang, lingkungan tetap terjaga, dan konflik sosial bisa diminimalkan. Ini bukan hanya soal tambang, tapi juga tentang menciptakan masa depan yang lebih tertata dan adil bagi seluruh warga. (Bgs).